Rabu, 07 April 2010

Lembaga Penyehatan Perbankan

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam masalah perbankan, sering kita dengar akan adanya bank-bank yang mengalami masalah sistemik dalam pelaksanaan system operasional keuangan dari bank tersebut, apalagi dalam masa krisis global seperti masa sekarang ini.
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Indonesia, harus mempunyai langkah-langkah dalam memberikan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk menyehatkan bank-bank yang sedang dalam keadaan “sakit” tersebut.
Oleh karena itulah, kami berinisiatif untuk membahas tentang langkah-langkah dari Bank Indonesia dalam rangka untuk menyehatkan lembaga perbankan yang sedang dalam permasalahan, yang nantinya akan dikupas tuntas di dalam makalah ini yang mana seluruh isi makalah kami juga disertai dengan dasar-dasar hukum yang kuat untuk memperjelas apa-apa saja yang nantinya kami akan uraikan.














BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. Tindakan yang Dilakukan oleh Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral untuk Mengatasi Kesulitan Bank
Bank-bank di Indonesia adalah bank-bank yang berada di bawah naungan Bank Indonesia. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang menaungi bank-bank yang ada di Indonesia mempunyai kewajiban untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang sedang dialami oleh sebuah bank, terutama dalam masa-masa krisis seperti ini, agar kesulitan yang dialami oleh bank tersebut, tidak menjalar ke bank-bank yang lainnya.
Ada beberapa kebijakan yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral terhadap Bank-Bank yang mengalami kesulitan perbankan, yaitu:
A. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia(BLBI)
Adapun kebijakan yang dilakukan oleh BI adalah dengan memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). BLBI adalah dana yang dikucurkan oleh BI ke bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas dalam opersainya sehari-hari . Kesulitan likuiditas ini bisa terjadi antara lain karena penarikan dana secara tiba-tiba dan besar-besaran oleh nasabah, sementara bank tersebut tidak siap melayani kejadian tersebut.
Dalam pengertian lain dikatakan bahwa BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan, untuk mejaga kestabilan system pembayaran dansektor perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan (mismatch) likuiditas, antara penerimaan dana pada bank .
Oleh karena terdapat berbagai jenis fasilitas likuiditas, dalam arti luas, BLBI diartikan sebagai semua fasilitas likuiditas Bank Indonesia yang disalurkan atau diberikan kepada bank-bank, di luar Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
Bank Indonesia mengemukakan di dalam risetnya yang termuat dalam Studi Ekonomi Bantuan Likuidits Bank Indonesia bahwsanya BLBI diberikan dalam bentuk-bentuk berikut:
a. Saldo debet
b. Fasilitas diskonto I repo ( fasilitas diskonto jangka pendek)
c. Fasilitas diskonto II (fasilitas diskonto jangka panjang)
d. Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK)
e. Trade finance dan interdebet arrears (dana talangan untuk pembayaran kewajiban luar negeri bank dalam rangka pembiayaan dagang dan tunggakan antar bank)
f. Fasilitas dana talangan rupiah untuk bank-bank yang dilikuidasi dan
g. Fasilitas saldo debet .
Sedangkan menurut hasil riset Bank Indonesia yang termuat dalam Studi Hukum Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada perbankan dapat dikelompokkan menjadi 5 macam, yaitu:
1. Fasilitas dalam rangka mempertahankan kestabilan system pembayaran nasional terhadap gangguan dari timbulnya kesenjangan (mismatch) anatara penerimaan dan penarikann dana perbankan. Fasilitas ini terjadi dari fasilitas diskonto (fasdis I) yang berjangka pendek dan fasdis II yang berjangka panjang.
2. Fasilitas dalam rangka operasi pasar terbuka sesuai dengan program moneter, yakni dalam bentuk pembelian Bank Indonesia atas Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), atau surat utang dari bank-bank.
3. Fasilitas dalam rangka penyehatan perbankan (rescue) dalam bentuk Kredit Likuiditas (KLD) dan kredit subordinasi (SOL).
4. Fasilitas untuk menjaga kestabilan system perbankan dan pembayaran guna menanggulangi dampak penarikan dana pada bank secara besar-besaran, di mana Bank Indonesia berfungsi sebagai lender of last resort. Fasilitas ini berupa pemberian izin penarikan dana giro cadangan wajib atau Giro Wajib Minimum (GWM), saldo negatif, atau saldo debet, atau men-draft rekening bank di Bank Indonesia.
5. Fasilitas untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat kepada perbankan dalam bentuk dana talangan untuk membayar kembali dana nasabah yang banknya dicabut izin usahanya atau Bank Dalam Likuidasi( BDL), untuk melaksanakan system penjaminan menyeluruh (blanked guaranteed) dan system penjaminan kewajiban luar negeri bank nasional (trade finance dan interbank debt exchange offer) .
B. Kredit Likuiditas Bank Indonesia(KLBI)
Kredit Likiuiditas Bank Indonesia adalah kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia untuk membiayai kredit program pemerintah yang disalurkan melalui bank umum . Dengan perkataan lain KLBI diberikan oleh Bank Indonesia sebagai pinjaman kepada bank-bank yang membutuhkan dana untuk kepentingan likuitditas mereka.
Pinjaman serta KLBI tersebut diberikan oleh Bank Indonesia dengan persyaratan tertentu. Cara pemberiannya adalah melalui:
1) Menerima penggadaian ulang
2) Menerima sebagai surat berharga
3) Menerima aksep
Dalam arti bahwa jika bank-bank mengalami kesulitan likuiditas, maka mereka bisa meminta bantuan Bank Indonesia untuk mendapatkan KLBI. Sebelum dikeluarkannya kebijaksanaan 1 Juni 1983(PAKJUN) memang KLBI mempunyai peranan yang sangat penting bagi perbankan nasional, karena sebagai sumber utama dana perbankan .
Pada saat ini KLBI sudah tidak dipergunakan lagi oleh Bank Indonesia, yaitu sejak dikeluarkannya fasilitas Diskonto Rupiah dan diberlakukannya Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).

C. Kredit atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah Jangka Pendek dari Bank Indonesia
Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah jangka pendek dari Bank Indonesia ini adalah kredit atau pembiyaan berdasrkan prinsip syariah yang diberikan kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek dari bank yang bersangkutan . Kredit atau pembiyaan berdasarkan prinsip syariah ini hanya diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang mengalami kesulitan dana dengan menggunakan agunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Adapun dasar hukum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Indonesia ini adalah ketentuan pasal 11 ayat 1 UU no. 3 tahun 2004 tentang perubahan atas UU RI no. 23 tahun 1999 tentang Bank Inonesia.
Selengkapnya pasal tersebut mengemukakan bahwa:
Pasal 11 ayat 1:
Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiyaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang berssangkutan .
Dalam penjelasannya dikemukakan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang dimaksudkan dalam pasal ini hanya dilakukan untuk mengatasi kesulitan bank karena adanya ketidak sesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil dengan arus dana yang keluar. Jangka waktu paling lama 90 hari yang dimaksudkan pada ayat ini merupakan jangka waktu maksimum yang dimungkinkan termasuk perpanjangannya.
Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan agunan yang dikuasainya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah bank yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank indonesia, misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh Bank Indonesia bahwa bank yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan apabila diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi bank tersebut.
Berkaitan dengan pemberian kredit atau penbiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut menurut ketentuan pasal 11 ayat 2 bahwa:
dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan agunan yang dikuasainya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah bank yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank indonesia, misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh Bank Indonesia bahwa bank yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan apabila diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi bank tersebut.
Berkaitan dengan pemberian kredit atau penbiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut menurut ketentuan pasal 11 ayat 2 bahwa:
Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1, wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya .
Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atu badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waaktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut, ketentuan pasal 11 ayat 3 mengatur bahwa:
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana pada ayat1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan Bank Indonesia .
Menurut penjelasan pasal 11 ayat 3 di atas, pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia meliputi, antara lain
a. Persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, termasuk di dalamnya persyaratan bank penerima. Dalam rangka meneliti pemenuhan kesehatan bank-bank tersebut, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan bank calon penerima kredit atau pembiayaan
b. Jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil, dan biaya lainnya
c. Jenis agunan berupa surat berharga dan/atau tagihan yang mempunyai peringkat tinggi
d. Tata cara pengikatan agunan .
2. Tindakan BI Mencabut Izin Usaha Bank serta Membentuk Tim Likuidasi
Bank Indonesia adalah Bank Sentral di Indonesia yang mempunyai peranan yang sangat vital bagi sektor perbankan nasional . Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai hak untuk mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan yang tepat untuk menjaga kstabilan situasi perbankan di Indonesia, terutama yang menyangkut tentang adanya sebuah bank umum yang sedang mengalami kesulitan likuidasi.
Pada subbab yang lalu kita telah membahas tentang beberapa kebijakan Bank Indonesia yang diambil untuk mengatasi kesulitan likuidasi dari bank umum, di anataranya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI), Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), dan pengeluaran Kredit atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
Selain kebijakan-kebijakan itu, Bank Indonesia juga mempunyai wewenang untuk menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan beberapa aspek lain yang berhubungan dengan perbankan untuk mengambil langkah-langkah berikutnya ketika menemukan sebuah bank yang sedang dalam masalah, yang nantinya akan mempertimbangkan apakah bank yang bermasalah tersebut nantinya akan dikonfirmasikan kepada Menteri Keuangan untuk dicabut izin usahanya atau diberikan salah satu dari kebijakan-kebijakan yang telah dibahas pada subbbab sebelumnya untuk menyelamatkan perekonomian nasional .
Pada dasarnya, Bank Indonesia tidak mempunyai hak untuk mencabut izin usaha dari sebuah bank, karena yang berhak mencabut izin usaha sebuah bank adalah Menteri Keuangan . Namun, Bank Indonesia dapat memberikan konfirmasi kepada Menteri Keuangan untuk mencabut izin uasaha dari sebuah bank, bila mana kondisi bank tersebut:
1. mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahany
2. membahayakan sistem perbankan .
Dalam hal ini, Bank Indonesia harus memberitahukan hal tersebut kepada Menteri Keuangan dengan menyebutkan indikasi permasalahan dan langkah-langkah yang akan ditempuh oleh Bank Indonesia. Selain itu, untuk Bank yang berbentuk Perseroan Terbuka, Bank Indonesia juga harus memberikan konfirmasi kepada Ketua Bapepam, karena bank umum yang berbentuk perseroan terbuka ada kaitannya dengan pasar modal terutama terhadap para pemegang saham pada bank tersebut.
Sebelum dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan untuk mencabut izin usaha dari sebuah bank, Bank Indonesia akan menempuh langkah-langkah meliputi:
a. melakukan tindakan agar pemegang saham akan menanam modal
b. melakukan tindakan agar pemegana saham mengganti dewan komisaris dan/atau direksi bank
c. melakukan tindakan agar bank menghapus-bukukan kredit yang macet, dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya.
d. melakukan tindakan agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
e. melakukan tindakan agar bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban.
f. mengambil tindakan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti :
1. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain
2. menjual sebagian harta dan kewajiban bank kepada bank lain
3. menjual sebagian harta bank kepada bank atau pihak lain
4. Bank Indonesia memberitahukan kepada Menteri Keuangan apabila langkah-langkah yang ditempuh telah berhasil mengatasi kesulitan yang dihadapi bank.
5. Bank Indonesia mengusulkan pencabutan izin usaha bank kepada Menteri Keuangan, , apabila menurut penilaian Bank Indonesia tindakan yang dilakukan tidak dapat mengatasi kesulitan bank yang bersangkutan atau keadaan bank yang bersangkutan membahayakan sistem perbankan .
Bank yang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk memutuskan pembubaran badan hukum bank dan pembentukan Tim Likuidasi. Keputusan pembubaran badan hukum bank dan pembentukan Tim Likuidasi wajib dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pencabutan izin usaha .
Pembentukan Tim Likuidasi dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dengan persetujuan Bank Indonesia. Pembentukan Tim Likuidasi, dilakukan dengan penetapan Pengadilan atas dasar permintaan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
Susunan Tim Likuidasi sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas :
a. pihak lain di luar anggota Direksi/Dewan Komisaris atau pemegang saham; atau
b. campuran antara pihak lain dengan satu atau beberapa anggota Direksi/Dewan Komisaris atau pemegang saham sepanjang yang bersangkutan tidak melebihi 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota Tim Likuidasi .
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Likuidasi berwenang mewakili bank dalam likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian hak dan kewajiban, seperti :
a. melakukan perundingan dengan para kreditor serta pembayaran kewajibannya
b. melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan harta kekayaan, penagihan piutang dan pengalihan kewajiban bank
c. melakukan publikasi untuk setiap hal yang diwajibkan dan dirasa perlu
d. mewakili bank dalam likuidasi di luar dan di muka pengadilan
e. memutuskan hubungan kerja terhadap para pegawai bank
f. mempekerjakan pegawai dan meminta bantuan konsultan untuk membantu teknis pelaksanaan tugasnya
g. melakukan tindakan lain yang disetujui oleh Bank Indonesia
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya anggota Tim Likuidasi dilarang mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Anggota Tim Likuidasi bertanggung jawab secara pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya dengan sengaja melanggar ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang. Tim Likuidasi wajib melaporkan secara tertulis perkembangan pe-laksanaan tugasnya kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Menteri Keuangan paling sedikit satu kali dalam satu bulan, tanpa mengurangi haknya untuk berkonsultasi kepada Bank Indonesia setiap kali dipandang perlu .

3. Tindakan Bank Indonesia Meminta Pengadilan Menetapkan Pembubaran Bank dan Pelaksanaannya
Apabila ketentuan untuk pembubaran badan hukum bank dan pembentukan tim likuikasai tidak terpenuhi selama jangka waktu yang diberikan, Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi :
a. pembubaran badan hukum bank
b. penunjukan Tim Likuidasi dengan nama yang diusulkan oleh Menteri Keuangan
c. perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Sejak tanggal berita acara Rapat Umum Pemegang Saham atau tanggal penetapan Pengadilan, bank disebut sebagai "bank dalam likuidasi" . Dengan terbentuknya Tim Likuidasi, tanggung jawab dan ke-pengurusan bank dalam likuidasi dilakukan oleh Tim Likuidasi. Dan semenjak terbentuknya Tim Likuidasi, Direksi dan Dewan Komisaris menjadi non aktif, dan berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh Tim Likuidasi .
Sebelum likuidasi selesai, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris bank yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengundurkan diri, kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia. Tanggung jawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta pemegang saham adalah sampai dengan harta pribadi dalam hal yang bersangkutan turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh bank atau menjadi penyebab kegagalan suatu bank.
Pengawasan atas pelaksanaan pembubaran badan hukum dan likuidasi bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Pelaksanaan likuidasi bank wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal dibentuknya Tim Likuidasi. Dalam hal likuidasi bank tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, penjualan harta bank dalam likuidasi akan dilakukan secara lelang .